31.12.07

Ganti Tahun

Tidak ada Terompet
Sama Sekali

Sumpah!

Apalagi Sajak

Des '07

18.11.07


LAUT [yang] MANJA

OMBAK Mengamuk,
menabraki tanggul-tanggul
meloncati jalan-jalan
memandikan lampu-lampu
percikan-percikan

OMBAK Mengamuk,
merusak pesta-pesta
mempermainkan pelancong-pelancong
menghentikan laju-laju
geliat-geliat

OMBAK Mengamuk,
dan retak-retak
tambahan-tambahan tanggul
pelancong pergi-pergi
mungkin, belaian-belaian

Alexandria, 111107

PENYAIR-PENYAIR [yang] PERGI


pernah beberapa kali kita bersua
di kafe-kafe
di jalanan-jalanan
di bawah pepohonan
di temaram tiang-tiang listrik
di gedung-gedung kubus

apa yang membuat kalian berlari?
masa depan yang labirin?

aku bersumpah demi tanah yang kita pijaki
aku bersumpah demi bait-bait yang memaki
ada yang terkapar hari ini

katakan, kalian rindu arakan kata-kata

terlalu singkat,
urusan kita dengan puisi belum selesai
terlalu singkat,
urusan kita dengan puisi belum selesai

berjanjilah padaku!
janji yang benar-benar janji
janji yang benar-benar tak akan terpungkiri
berjanjilah padaku!

jika suatu saat syair-syair itu menghantui
janganlah lagi berlari
jika suatu saat syair-syair itu menghantui
janganlah lagi mencaci
berjanjilah padaku!

rupanya kita harus mencari
mencari tempat yang abadi

karena berkali-kali didepak itu kata
ia akan hadir kembali dengan muka yang sama
karena berkali-kali didepak itu masa
ia akan hadir kembali dengan muka yang sama

maka mungkin hanya surga dan neraka
itulah yang abadi, katanya!

semoga saja kita masih bisa membacakannya
dengan selaksa bidadari sebagai latar nada-nada
atau kalaupun takdir menyeret kita ke neraka
di antara jerit-jerit parau karena siksa dosa-dosa
semoga saja kita masih bisa membacakannya

berjanjilah padaku!
di surga atau neraka kita masih akan tetap
membacakan puisi-puisi itu, seperti
pernah kita membacakannya

di kafe-kafe
di jalanan-jalanan
di bawah pepohonan
di temaram tiang-tiang listrik
di gedung-gedung kubus

dan jika memang surga dan neraka itu
pun masih memisahkan,
biarlah malaikat mempertemukan kita
di gerbang antara surga dan neraka
semoga saja Tuhan dan malaikat masih punya cinta

Oktober 2007

25.10.07

CURI

  CURI

curi, mencuri, pencurian, kecurian, percurian
yang mengalir dari mulut ke mulut
tangan ke tangan, kegelapan ke kegelapan

kita curi apa saja, Mobil Motor Televisi
lalu yang melihat meneriaki, Maling! Maling!
hanguslah ia dibakar, karena kejadian terulang-ulang

kita curi apa saja, Saham Manifestasi Kesejahteraan
lalu yang melihat meneriaki, Koruptor! Koruptor!
tertawalah kita terbahak, "eh, dia belum kebagian?"

kepentingan mana lagi
kekalahan mana lagi

manusia manapun pernah mencuri
curi-curi apa saja
segala bentuk, segala bukan bentuk

menulis tulisan, tulisan curian
mendengar musik, musik curian
menonton film, film curian
menelpon, pulsa curian
ah, yang ini orang jarang peduli

mencuri curian, curian curian

manusia manapun pernah mencuri
setidaknya, mencuri-curi pandang

curi, mencuri, pencurian, kecurian, percurian
manusia manapun pernah mencuri

bahkan di hari yang fitri
bahkan aku

Oktober 2007

21.9.07

SAJAK DUA JIWA

Seperti tiada maaf lagi untukku
Ramadhan tetap Ramadhan
Seperti tiada hati lagi untukku
Ramadhan tetap Ramadhan

tidak ada yang melarang engkau untuk terus menuliskan namamu pada kertas-kertas koran, dinding-dinding perkotaan, situs-situs kesusastraan, narasi-narasi kematian, dan bahkan batu nisan pekuburan-pekuburan. yang melerai hanya detak di sanubarimu itu. Wajarkah?

menyeret apa saja mendekat, kau ajak ia berlari dan terus saja berlari ke dunia itu; dunia yang sangat jarang dikunjungi pelancong. engkau memang merasai selesa. Menikmati setiap inci langkah keegoisan, setiap tetes keringat kesendirian.

tidak kasihankah kau, badan yang lapuk itu terus saja harus menuruti titahmu. Malam dijadikan siang, siang dijadikan malam. ah, apa bedanya raga itu dengan keledai yang terus dicambuki penjaja kaki lima. dia sangat capek sekali.

tidak kasihankah kau, hati orang-orang yang sudah terlanjur tercarut? yang setengah nafasnya hampir menyatu dengan nafasmu. dan cobalah kau perhatikan, bukankah setengah nafasmu juga begitu? sudah hampir setengahnya menyatu dengan nafas mereka. tidak kasihankah kau, hatimu yang sudah terlanjur tercarut.
___________________________

Ah, kau fikir aku seperti keledai yang kau ceritakan itu? jika bukan aku yang menjadi pedagang kaki lima, tentu mereka. dan aku keledainya. apa kau tidak pula merasa mengajak apa saja mendekat untuk dibaptis menjadi pengikut-pengikut dungu.

teruslah berbicara tentang kelapukan raga, tentang segala keletihan. Lalu mengapa kau ajak ia berkeliling menelusuri Rumah-rumah ibadat yang jauh-jauh itu. Yang terdekat sajalah. di sini setiap radius seratur meter selalu kau dapati menara menjulang. menghitungi bintang-bintang. bukankah sama saja, kita sama-sama mengejar ketinggian itu?

dan mereka itu, siapa suruh mendekat? sudah tau aku sedikit gila. berani mendekakan diri, bukan hanya siap untuk lebih didekati; Tetapi harus siap pula untuk dijauhi. Justru seharusnya aku yang mencaci. Nafasku yang tercuri itu; Malah lebih dari setengahnya. Sudahlah aku capek. Salah-salah, bisa aku yang jadi keledai.

Ada kepentingan apa lagi?
aku sudah sangat jauh menyepi
Ada kepentingan apa lagi?
aku sudah sangat jauh menepi

Sept '07

19.8.07

MERDEKA

MERDEKA

Ah, merdeka kawan ! Mari kita pancangkan bendera yang mungkin sudah tidak lagi berwarna itu.

Ah, merdeka kawan ! Jangan biarkan suara-suara benci menangisi ketiadaberdayaan terus terulang.

Ah, merdeka kawan ! Narasi-narasi yang singgah papahlah ia ke tujuan terakhir-ke tujuan terakhir.

Siapa saja bisa berlari
mengapa berlari jika tidak terburu
Siapa saja bisa membenci
mengapa membenci jika tak keliru

Ah, keliru kawan ! Rupanya nuansa komunikasi terlalu lamban bergerak, rasaku rasamu sebentar kantungi sebentar kantungi sebentar.

Ah, keliru kawan ! Kompas tergoyang, selalu akan kembali ke utara akan kembali ke selatan. Kerusuhan datang, selalu akan kembali ke kediaman akan kembali ke ketenangan.

Ah, keliru kawan ! Kebebasan seharusnya tidak melalui sungai darah, cukuplah cukup kemerdekaan itu. Pantas memang mengorbankan selaksa henti urat nadi.

Ah, pecundang ! Ini diksi !
mengapa tak kau isi saja dengan benci.

Ah, merdeka kawan !
Siapa saja bisa berlari
mengapa membenci jika tak keliru

Agustus 2007

31.7.07

BIRU II (FILM)

pada awalnya adalah ingin
kemudian kesempatan
pada awalnya adalah ingin
kemudian pengejaran

lalu ruang-ruang gelap
kadang bersendiri kadang berkumpul
di malam yang kantuk

pada awalnya adalah ingin
kemudian malu tergadaikan
pada awalnya adalah ingin
kemudian waktu terbiasakan

lalu ruang-ruang gelap
kadang menagih kadang tidak
di malam yang kantuk

pada awalnya adalah ingin
kemudian kebosanan
pada awalnya adalah ingin
kemudian terulang-ulang

lalu ruang tak lagi gelap
sebatas hiburan mungkin
di malam yang kantuk

pada awalnya adalah ingin
kemudian memilih
pada awalnya adalah ingin
kemudian mencari

lalu ruang memang tak gelap
sebatas kebebasan
di malam yang tak lagi kantuk

ah, di kegelapan manakah
manusia berhenti onani?

Masbak Juli '07

5.6.07

PASAK

busana kesepakatan akan asap
setelah api setelah rindu yang runtuh
talenta kesendirian akan tatap
setelah api setelah rindu yang runtuh

o, anulir pautan-pautan
tanpa itu tanpa

engkau bercengkrama bersama ruang
busana kesepakatan akan asap
tertemui kendali implisit di luang
busana kesepakatan akan asap

o, pertanyaan-pertanyaan
pautan itu pautan

laksa aksi enggan menepis
talenta kesendirian akan tatap
lagi ulasan nadir berlapis
talenta kesendirian akan tatap

o, anulir bentuk-bentuk
pertanyaan itu pertanyaan

tertemui kendali implisit di luang
setelah api setelah rindu yang runtuh

Jun '07

12.5.07

TINGGAL

kemana keberlarian terpusara
aku yang satu menunggu
hingga keselaluan terpenjara
engkau yang satu menunggu

maka keterbelakangan terlewati
sebagai masa lalu lagi terulang
sekarang hadir tak hadir terjembatani
menyelaraskan engkau aku bersulang

bersedihlah bersedih atas neraca
bukan engkau aku mereka berundak
sama-sama berstatus pilihan terbuka
bukan engkau aku mereka berundak

panjang itu sepanjang perjalanan
nuansa penjajakan katamu itu luka
setajam bebatu rajam bersendirian
seluas nisan pekuburan diam terbuka

lantas apa?
pengejaran lagi?

Mei '07
TERULANG

oya, sekarang mempertanyakan tawaran terdahulu atas pertanyaan.
oya, format kehidupan lagi dipermasalahkan setelah musibah.
oya, meraung mengapa meraung?

tak pantas itu tak pantas diraungi

ya ya ya, pintu penyerahan tiada ketertutupan bagi siapa saja, mungkin engkau sekarang menangis dan jangan lagi menangis karena perihal yang itu-itu.

ya ya ya, aku bukan malaikat terus berserah kepada kata-kata tak pernah terulang, sekali titah cukuplah alasan bergerak.

ya ya ya, mengapa menerus menangis dalam pelarian yang sama di atas kegundahan yang sama mengalir ke jalan yang sama.

lagi-lagi meraungi tangisan yang sama.

Maret '07

15.4.07


LELAH II

merasuk engkau merasuk
atas kata-kata menusuk
selebihnya tiada ketertutupan
atas kejadian-kejadian

lawatan sengaja dihindari
menjauh sejauh mungkin
disibukan bayangan sendiri
menjauh sejauh mungkin

mati di kehidupan
hidup di kematian

bukan sinar pengharapan
bukan sinar penolakan
mata itu mata patung
patung itu patung berkabung

dunia diulang-ulang
seperti mengulang hari kelahiran
seperti mengulang hari kematian
dunia diulang-ulang

sedang aku mengamini
segala gerak-gerik berterus
memanjang ianya menanyai
tentang paras wajah tulus

pergumulan mempertemukan
penjaja berkeliling, penjual menetap
hitungan digenapkan
untuk kantung-kantung budi berharap

tarik-ulur melelahkan
ada saat memberi ada saat menerima
permohonan terabaikan
ada saat memberi ada saat menerima

oh, engkau itu terus mempertanyakan
fase-fase masa lalu yang belum diselesaikan
oh, aku ini terus pula mempertanyakan
cinta lama yang belum dihadirkan

April '07

28.2.07

LELAH

bagaimana
selanjutnya
seharusnya
Aku Lelah

cukuplah cukup
jangan memilih lagi
Aku Lelah

ini apa?
perjalanan diksi
membohongi
Aku Lelah

kata-kata patah
ritma-ritma papah
Aku Lelah

dunia kiamat
datang berdatangan
akhir pengakhiran
Aku Lelah

catatan usang
pepatah dukun
jampi-jampi kuno
Aku Lelah

matang sudah
keluh-kesah
sepertiga malam
sajak-sajak buram
Aku Lelah

temu kencan
janji rahasia
serbuk kemenyan
candi persemedian
Aku Lelah

puntung menggunung
tentang ketenangan
datang berdatangan
Aku Lelah

pelarian
benar
pelarian
mungkin mungkin
Aku Lelah

Feb '07
KARMA

kental engkau dengan makian berterus tanpa perhentian, seraya disanggah itu detak-detak tak terdengar padahal gemuruh usang berdentang kembali sebaris-sebaris bergerak lagi setatih-setatih mengaisi keraguan terus tertahan oleh budaya membatu oleh keberanian meragu. pintar engkau tersenyum di balik tirai-tirai kemelut, di atas dalih-dalih usang yang sekarang ternikmati.

sajak-sajak lelah bertekuk mengingatkanku akan romusa papah, pesakitan terbuang dan salju yang tak sanggup turun di tahun ini. carilah kebahagiaan pada tubuh sakit pada cerita air pada getir sayatan basah memekik lengking berlarian tanpa arah. siangi rindu surat-surat elektronik terkirimkan di malam rajam dan tubuhmu kembali mengaisi guncangan keinginan tertahan.

ini semua tentang laut, batu, kayu, awan, dan angin yang sengaja kuciptakan karena merpati mengendap begitu akut oleh masa lalu hingga pembunuhan perlahan sebidik-sebidik terlakukan begitu saja layaknya tubuh tak berdarah nafas tak berhembus dan bibir terus bersiul malas. berkata beriringan tentang air mata tak surut, engkau itu tergeletak pasrah di atas permohonan membugang dan aku menyautinya dengan segala penyesalan tidak henti hingga tak kunikmati lagi derita mendera berulang ini berputar entah berapa lapis hingga di antara hidup mati itu yang kosong sejajar canda-riang ikut berkabung atas ulangan-ulangan kata.

dunia ini-dunia ini lihatlah indah bukan? aku tak bisa menangis tak bisa tertawa tak bisa bungkam sahaja. lirik-lirik mengalir begitu deras tercurahkan setengah sadar karena tiang sandaran tercerabut ke atas malam-malam menggila nikmatnya itu melumat kesendirian terlaknat. aku ingin marah, aku ingin sakit, aku ingin senang menggerayangi lagi sisi emosi kemanusiaan yang wajar sekaca pembajak berpesta atas rampasan atau mengutuki redup bintang-bintang keberuntungan.

kau, di mana akan engkau pancangkan pasak-pasak itu? kulihat ke mana saja diajak berlari menerus hingga pori-pori tak lagi berpeluh, mungkin tak tertemukan tanah basah mudah mengeras di dunia carut-marut dunia masa kecil dahulu.

masih ingin kutulis ejaan-ejaan informasi terpotong karena arah angin aneh tak menentu. masih ingin kupunahkan gelembung harapan meninggi, lagi-lagi terheran membaca arah angin aneh tak menentu.

ingin kutulis segala penyesalan agar tak pernah terulang dan mengendap lagi dalam penjara hari yang bungkam tak bergetar, tapi ini kunimati sebagai nuansa-nuansa masa mudaku yang pernah menggila oleh guncangan-guncangan rimbun tak beriak dan sama sekali tak sengaja pernah kuundang.

Jan '07

13.1.07

DESEMBER

dingin menggila di penyusupan kehangatan pada penjuru-penjuru hati gamang. tidak pamrih itu kemana bepergian menjelang penyembelihan hewan kurban. ternak-ternak berpesta menikami kuasa-kuasa terbatas kantung kecemasan berekor pengharapan-pengharapan semu tak terejawantahkan, nirwana terjanjikan.

dingin menggila di darjah dua puluh tujuh koma lima lintang utara, tercipta keraguan berteguh menginjaki jalan-jalan tikus. menerus berteduh dalam apartemen-apartemen dan kadang kerasukan ujaran-ujaran kuno tak terlumpuhkan di depan tungku-tungku hangat menjilat langit menyapa kabut tak lelap. tersengal berpeluh menyiangi jendela-jendela ratapan menangis menyesali keteledoran yang terus terulang.

dingin menggila di penjelajahan takluki mimpi tak berujung selesa, pengharapan tak kunjung datang. bertengki api disuguhkan sebagai sesajen kebudayaan jangan terlupakan. dihadirkan itu pencair gunung es oleh kerumunan penantian datang berganti berkelompok-kelompok pasang surut mengisi apa saja yang kosong melahap apa saja yang lunak. tapi segunung kemenyan kiranya luluh berlutut, sejuta do'a lumpuh tercecer berserakan. karena takdir hanya akan bergetar oleh kuasa sesuatu yang maha menguasai.

dingin menggila di kaki-kaki petani mencangkuli ladang-ladang lapuk mengetami letih tanpa keringat. sebenar-benar mencari pangan untuk menjadi energi kembali bertanam tanaman mungkin sayur-mayur buah-buahan itu yang kita rasakan legit di ucap, bersinergi kembali mengaisi laba dan upah. entah mengingat atau tidak ketika lentera-lentera kegundahan dinyalakan tentang serbuk-serbuk obat penawar keserakahan dikumpulkan dalam gubug-gubug kesabaran dan kesyukuran yang menepikan cambukan-cambukan setan untuk berjingkrakan bertepuk menari riang.

dingin menggila di kerumunan pesta-pora seakan tak akan pernah melahap kematian. bersenda-gurau meneriaki kebahagiaan yang tak kunjung datang walau lumbung penuh berjejal padi-padi. pelarian-pelarian busuk terpilih, itu bukan pilihan. bergumul dengan kilatan-kilatan nestapa mungkin pengakhiran yang seharusnya mematangkan urat-urat nadi dan bukan lagi-lagi meneguk pangkal-pangkal di mana nestapa itu menjamur.

dingin menggila di tiang kokoh tanpa getar.

dingin menggila di gradasi-gradasi tanpa peduli.

Des '06
RESONANSI #06

bergulir itu berotasi
berputar itu mengelilingi
pada hitungan-hitungan genap
kita meraya
kembang api-kembang api

Des '06
KELUH

berlari kita mengejar itu nama, menancapkannya di setiap penghujung jalan terlintasi. bersama kita mendekatkan diri, mencari sosok-sosok se-isme se-warna seirama. butuh memang paduan-paduan, yang laknat adalah serangan-serangan berhujaman karena beda-beda terlalu banyak perbedaan antara kita. oh, hiruk-pikuk itu entahlah apa yang selalu kita cari. mungkin harta melimpah, kesejahteraan hidup, kenikmatan mencerna alam semesta. butuh bahagia itu, lalu dikorbankan kebahagiaan orang lain, harta orang lain, kesejahteraan orang lain, kenikmatan orang lain. oh, kita hidup ini seakan tak pernah akan mati, serangan dibalas serangan, memamerkan gigi masing-masing.

Des '06
HIJRAH

tersengal di antara petani-petani tidak mengenal lagi kebersamaan, nagari kepribadian datang-pergi injaki kaki lantas bersenggama dengan keberlarian masing-masing membentuk adat-istiadat baru yang entah dari mana datangnya itu. anggap sajalah memang belukar adalah rumah-rumah ular dan biawak, namun bidak-bidak tanah berhamparan sebelum belukar itu bertumbuhan adalah cinta tersemai di sana-sini. kiranya jeda-jeda waktu terlewati tak mampu menyiangi pagar-pagar keegoisan bersambutan hingga kita masih terkurung dalam bentuk-bentuk hari tersekati tiada kuasa menyulap ular menjadi cacing atau biawak menjadi cecak. ini jalan dikecami sebagai jalan pintas, namun perlu keberanian seperti itu supaya kita bisa mengerti arti bentuk dinamika. jika enggan untuk berkomunikasi dengan benar, belajarlah untuk berdialog dan jika dialog dianggap sebagai angin datang hilang berlalu, jadilah mayat hidup terus bergelantungan di antara setengah keberanian. ini memang jalan pintas, bukankah rindu itu hanya akan hadir setelah kita berpisah mengisi fashal-fashal bersendirian dan menangisi saat-saat kebersamaan itu terlewati begitu saja.

Nov '06