9.12.05

SMS VII

#Ribuan menara kembali berteriakteriak menyanyikan baitbait kerinduan, kemudian menatapku

"Manusia pernahkah merindu?"

"di negri kami rindu indah tapi menyakitkan"
jawabku dengan lantang.

"bukan, bagi kami rindu itu kematian"

#"tanyakan pada mereka, jika rindu merupakan kematian apakan cinta juga merupakan mayat hidup?"

"di negri kami para manusia selalu mendendangkan baitbait suci cinta dengan penuh suka cita".

#"cinta adalah pembunuhan, terkadang hadir dipasar kekeliruan atau bahkan di senja yang menangis"
sautnya.

"dirumah kami cinta itu persetubuhan"
aku menimpali.

"persetubuhan itu tangisan!"
kemudian ia kembali meneriakan baitbait kerinduan.

#"dia tidak penah menjadi pembunuh, tapi dibunuh!"
"tanyakan pada hatimu apakan ia pernah membunuh cinta yang pernah akan akan singgah?"
"tapi ajaib, dia hidup lagi bukan?"
"dinegriku ianya hidup dengan seribu nyawa".

New Cairo, 091205
SMS VI

#Seperti Hamparan tertatap, tempat sujud tergelar dan selalu bergemuruh terselimutkan guguran camar terlintas terlewari percikan ombak; warna biru sesekali tersukai sebagai sampul 'kediaman' tersanding 'kecekaman'.

New Cairo, 041205
ARSIP EKSPLOITASI

ruasruas 'rel' laju darah bergemuruh di gunung kebisuan tersulap ramai iringan tawatawa kebiadaban setiap gundukan tanahnya adalah berkas lengking rintihan jarakjarak lorong penjarahan urat berkilauan tertelusuri keserakahan. sekarang lubanglubang terhubung takan pernah ada yang mau menutupinya dengan lumut sekalipun, dan hanya menunggu kakikakinya runtuh sebanyak ukiran tulisan dalam diktatdiktat sejarah 'persekolahan'. kami masih belum bisa tersenyum, lokomotif durjana dengan gerbonggerbong sekeras batokbatokkepala 'pemeras' masih terdengar menusuk setiap mili keringat yang terpaksa 'terbazirkan', dan itu didepan rumah kami diatas relrel tubuh manusia. sekarang sudah berkarat, sekarang sudah menjadi rongsokan.

cikotok, 2005.