Ketika kerumitan batas kaji nampak seakan dunia hutan belantara, lantas masing-masing individu disetiap ujung helai dedaunan
31.12.06
berkerumun itu kita bergandengan di atas aliran-aliran darah terpetak-petakan pada kumpulan masing-masing. sebenarnya perorangan meluas digarap berdasarkan kesukaan berkumpul mencari keberimbangan keserasian. siapa beruntung elastis memihak tambak-tambak keberanian di antara pematang-pematang berseliweran berundak naik-naik. air irigasi direguk pesawahan bermuara di tengkulak-tengkulak.
berkerudung panjang berkerudung pendek berjalan beriringan, indah itu bukan hanya di hari-hari ketika hewan-hewan dipenggal bukan hanya di hari-hari ketika tangan-tangan berjabatan. berpeci hitam berpeci putih menyatu indah itu bukan hanya di hari-hari ketika kulit-kulit berbulu tipis itu dicetak bedug-bedug dan di gantung di tempat-tempat ritual.
dulu berjalan ismail berpasrah kepada mimpi ibrahim, siapa kira ismail-ismail bertanduk disaksikan pelupuk kepasrahan secuil berat untuk diberikan. diganyang melintang meliuk melepuh dalam wajan-wajan perdebatan sunyi persengketaan nurani menciduki ramuan sepetak-sepetak dihagaz itu sorga pada ombang-ambing keraguan dan keberanian untuk menoleh jamur jerami, sarang capung, lubang melata. coba tercarut golok jagal hingga setengah nafas yang tuhan berikan pada saripati makanan terkunyah, minuman terseruput lalui temulang lembut gerak statis meliuk-liuk seratus delapan puluh darjah, kadang beritma beirama ketika pelatihan peperangan dipersiapkan. coba terpancang samurai tembusi tonjol kelaki-lakian pada anak taat mimpi yanda itu.
Des '06
24.10.06
kau bertahta atas keinginan tertahan, atas penantian tersendat. sampai di titik nadir kembali pada pelukan empat musim, menyisakan perjuangan patah di kedua ketiak tak mengepak sepuluh jari tak lagi lentik. wahai jiwa selalu menggelora, dunia kau inginkan terlalu berbahaya karena kau belum pernah mengerti bentuk duri pada daun talas, jemari pribadi-pribadi buas. di sini lebih terkungkung beraroma kebajikan, jalan-jalan tikus dan keberanian utuh terpaut rasa terpaut awanan laknat berarak. benar, tidak mungkin akan terkelupas luka-luka membusuk bernanah bau anyir itu, tapi bukan lautan penuh oleh pasir-pasir garam dan ombak-ombak kejam. kau akan menangis, menangisi sesal tak ada henti dan bergelombang naik-turun menyesali kelahiran menyesali kehidupan dan mempermasalahkan kisah-kisah usang, loncatan-loncatan perasaan. tidak buntu-tidak buntu hanya butuh pintu keluar dari keterpautan itu, hanya butuh pintu dari kekangan-kekangan itu. aku bertandang seperti engkau menepis lamunan, mengejar bayangan-bayangan sendiri. terselubung tarik-ulur harkat-martabat layaknya kisah pedagang-pedagang berharap pelanggan datang menerus bergantian hingga beribu tekanan kau jual pada jerit burung-burung jerit pesakitan-pesakitan. mereka tidak pernah menyesali jalannya kereta kebijakan, namum acap kali wejangan tak terejawantahkan dinilai sebagai umpan kemunafikan tak pernah dikorbankan oleh peminat laga.
Okt '06
kau datang
datang hari ini
dung... dung... dung...
kau datang
datang hari ini
dung... dung... dung...
kau datang
datang hari ini
lewat telepon
lewat pesawat
lewat sms
lewat angkot
lewat hujan
kau datang
datang hari ini
dung... dung... dung...
hari mendung
sambut dingin
dingin sedingin dinding
lewat senyum
lewat canda
lewat manja
lewat teriakan
lewat pagar
kau datang
datang hari ini
dung... dung... dung...
semoga masih seperti dulu
dulu sekali-dulu sekali
sebelum berangkat pergi
kau datang
datang hari ini
lewat pos
lewat merpati
lewat mimpi
lewat jampi-jampi
lewat kurir
dung... dung... dung...
kau datang
datang hari ini
membawa oleh-oleh
membawa kisah
membawa matahari
membawa detup
membawa lagu-lagu
kau datang
datang hari ini
jangan pergi lagi
aku sepi
aku sendiri
jangan pergi lagi
dung... dung... dung...
kau datang
datang hari ini
esok dingin
dingin sekali
kau datang
Okt '06
20.10.06
16.9.06
angin yang membesarkan engkau di jalan membentang hingga falsafah-falsafah keseimbangan hidup itu tercetak tajam pada paras lembut berwibawa. Tuhan sengaja mempertemukan kita, hingga kau mengenalku sebagai badai kehilangan ombak. begitupun aku mengenalmu sebagai anak angin tak menggebu; karena memang aku bukan terlahir dari keringat pertama. tapi aku haus akan wejangan-wejangan debu-debu yang kau punguti antara kerikil-kerikil perjalanan. Lihatlah! betapa aku memar mebraki karang menciumi perahu nelayan hanya untuk mengetahui sebuah eksistensi keberagaman.
Sept '06
Tidak di tempat
ada yg judal pada sanubari
jadwal-jadwal judul teratur
beserakan tak terasa
apalagi tertunggu dei ruang lobi
selain waktu beranjak judul
kepercayaan mandul tertapuh
oleh perhitungan janggal
pantas nusantara seakan judul
karena memang salah asuhan
mungkin juga garis persunaan
membuat kita terbuai dua musim
memikirkan hal-hal kecil
tanpa ada penyelesaianpasti
dan seperti nya hal-hal besar
tak sentuh kebudayaan
Negri kaya yg judul
menunggu datang keajaiban
Sept '06
di tengah terbaik
jangan ada yang tercabik
antara keinginan dan aturan
tarik ulur seharusnya berjalan
intisari kesadaran memuai kuasa
untuk membentuk ekstrasari baru
pemanut setia pengharap selesa
jangan hanya kulit, basa-basi palsu
takaran sempurna takan ada
layaknya kuda tanpa pelana
dan jika bertapal maka cinta
sakit di awalnya berakhiran cerita
maka bohong kadar tanpa standar
kebenaran tersosialisakikan dengan benar
dan hanya keseimbangan
selalu membutuhkan takaran
Sept '06
9.8.06
mereka mereka jajahan
dataran lautan berlimpahan
masih kurang mumpuni kepuasan
mereka mereka tangisan
mengira sebuah latihan
mimis terus berkeluaran
mereka mereka perubahan
lalui protes dunia pergerakan
tak pernah akan dihentikan
mereka mereka perluasan
minyak idealisme harta kekayaan
agar mengamini kedigjayaan
mereka mereka ketinggian
budaya mencicipi ciuman
kebebasan tanpa batasan
Juli '06
2.8.06
dosa-dosa datang hilang taubat berganti generasi ke generasi di atas tubuhmu yang selalu berputar sisipkan benda-benda angkasa taburi tanah oleh logam dan bukan hanya hati yang keras namun hati segumpal daging merayakan ke-akuan sarat rasa. kulit-kulit beretakan pada setiap kemujung peraduan menjadikan para penghuni gubug-gubug di atasnya berlarian mencari pasak-pasakmu yang kokoh namun seperti naga terlentang. aku memimpikanmu berhamburan seserabut demi seserabut, mungkin tongkat itu sudah tidak lagi berisi hingga kudapati engkau terjerembab dalam tumpukan bunga aster di taman terjanjikan pada kitab-kitab tuhan yang mulai samar ditafsirkan. tapi janganlah dulu bersemayam, lihatlah aku masih seumur jagung dan baru saja kemarin menikmati ritual-ritual dengan sesajen belum sesempurna tersyaratkan. maka kasihi aku nenek! bantulah untuk sebuah pengampunan, karena aku hanya mengingat itu ketika kulit-kulitmu retak bergesekan atau pasak nagamu terusik oleh tumpukan dosa-dosa.
Juli '06
THUR SINA-I
isyarat apa yang bergejolak di puncak-puncak bebukitan dan gunung-gunung meninggi menafsirkan sebuah perjalanan sejarah tak putus oleh musim-musim yang terus melaluinya. di penghujung dingin mencambuki tak henti hingga batang-batang rokok tak lagi bisa menyala seperti di gedung-gedung apartemen. dan hati terus hening ada kedamaian menyelusup karena kesamaan pendakian kesamaan kelelahan. wahai para pemegang kekuasaan tertinggi, kunjungi puncak ini mari kita nikmati kopi hangat ketika matahari menyingsing. masih ada kesamaan antara kita, sama-sama ingin menyaksikan keindahan, dan peperangan itu samasekali menjijikan. di antara bebatuan menonjol, Musa pernah meminang wahyu untuk sebuah rasa paripurna, pecinta sesama, pemerhati kebersamaan. tapi engkau masih tetap menjadi gunung menangis sepanjang kehidupan manusia. dulu darah, sekarang sampah dari sisa-sisa para pecinta kelestarian alam dan kotoran hewan-hewan yang mereka tunggangi. setelah matahari meninggi, setelah sepi, setelah keindahan itu mereka nikmati.
Juli '06
turun-temurun kuasa estafeta
dari kitab-kitab istiadat
atau petuah-petuah leluhur
serupa tingkah laku
disanjung karena menolong
dicinta karena bijaksana
harusnya tidak berketurunan
karena pribadi tidak bisa diwariskan
maka jangan bertengger
dalam kebesaran nama keluarga
jika tidak bisa mencapai
apa-apa yang telah dicapai karuhun
sebatas basa-basi licik
kekangan-kekangan nista
terpelihara oleh palsu
hati emas bukan pusaka
dan lintasan waktu berguguran
cerminkan sebuah perubahan
awalnya selalu baik
namun mengapa diakhir tidak
Juli '06
kutemui pagi di kemujung jejari dan tubuhmu yang tak lagi bersandar pada hambal-hambal terkungkung pucuk tersemai sebagai perjalanan berliku. jiwa menjauh sengaja meninggalkan segala apa yang berkecamuk juga kerumunan pribadi-pribadi yang mendekatkan diri, kau dan pilihan-pilihan tak diingini mencari sesosok sempurna layaknya para dewa. tetap seperti itu, agar aku terus bisa menuliskan sajak-sajak biru mencinta malam-malam yang semakin sunyi dan lembayung sore hari. dan coba perhatikan, aku mulai terbiasa menjauhi komunitas-komunitas karena gelombang beranjak redam kehilangan janji-jaji sebagai tanda kemurnian tak berujung tak bertali. kuasa tuhan, patut dicari namum tak benar jika kita coba memastikan hasil akhir dari sebuah pencarian itu. pencarian yang kurasa tak berujung, bukan hanya aku mungkin engkau dan mereka.
Juli '06
5.7.06
serupa puisi kau adalah diksi, multi tafsir katanya. sejalan dengan kemelut menyeruak dingin kancah derma terajarkan di pundi-pundi gereja. dan apa engkau ketika aku terbelalak menyaksikan tangis diatas permadani kegundahan tergelar pada abad legenda kejayaan. dan saksikan air mata yang basah menelikung serabut pantulan keras hati padahal lembek yang tertutupi awanan laknat terpayungi jendela ego bersandaran. diatas jerami mimpi dan kata-kata yang terus kau ulangi seperti bait lagu menjerit lejitkan amarah lejitkan cinta terus terjaga oleh kedekatan oleh ikatan yang lebih kuat dari pada laso pengembala sapi. maka corak apakah sebenarnya jalan ini, dipandang tak bosan namun lumbung padi tak pernah tertatap dan terharap layaknya musim panen dicinta para petani. harga diri kita pinang pagari rasa memecah di malam-malam tanpa alas malam-malam tanpa tikar. maka ini apa, perjalanan yang tak lagi biru dan komunitas yang sengaja diabaikan demi kepuasan kendali ditangisi rembulan ditangisi matahari. falsafah-falsafah dipeluk seraya menyodorkan jampi-jampi yang tak pernah mati oleh lebam oleh temaram. kau ajari aku menyulap tekad menjadi bangunan-bangunan tua disembah selaksa pengikut handal seraya memandang rerumput tak luput dari tebasan-tebasan pedang jagal. lagi-lagi laju waktu membuktikan putaran peradaban semenjak zaman raja-raja semenjak zaman petuah-petuah diatas idealisme dianut para digma menjelma keresahan rakyat yang katanya dibela mati-matian dalam segala pembunuhan lalim.
Juli '06
19.6.06
jika kau tanya siapa
maka aku jawabannya
jika kau tanya mengapa
maka ragu jawabannya
karena kau bukan batu
maka bertanya tanda
karena kau bukan waktu
maka kepastian tanda
suasana tanpa rahasia
keluh kesah terhenti
mengubur usang dia
keruh basah terpadati
tapi tabir cerai
hampir tak lerai
oleh azam
oleh temaram
bukan lagi brangkas
lebih dari rongsokan
selembar cahaya
selembar bahaya
cerita dicemoohi
dunia merayu
cinta bersemi
dermaga sembilu
tanam sesal
lubang paripurna
Juni '06
18.6.06
celoteh apa yang terpilih oleh rakus jiwa tidak terpojokan dengan segala spesifikasi. masa akan hadir kau terjemahkan sebagai nuansa mengambang tetapi lagi-lagi hari yang saat ini dijalani menuai penyesalan seperti sajak-sajak terdahulu. kau masih terus mencatat kejadian-kejadian yang kau kecami sebagai kegagalan, dan jiwa tak getar tak hening di antara keduanya. kau mulai membangun lembaga pemasyarakatan untuk udara terhisap dan air terminum, sebuah tekad baru dalam kancah pengorbanan dalam kancah pendewasaan. hingga di titik ketika tiada lagi titik yang bisa kau lewati, dan tiada lagi kegagalan yang bisa kau catat dalam jelaga rasa. opsi penghabisan dari sisa-sisa tenaga dan kemampuan yang masih tersisihkan.
Juni '06
teropong siang
teropong malam
kerongkongan
raja-raja
persatuan kata
kelompok
peperangan
pribadi-pribadi
sehati sesekte
pelepah luar
tentakel
sentuhan lembut
sentuhan keras
terus malam
siang buas
siang jahat
siang mendidih
untung rugi
baik buruk
kepentingan
dimana kuburan
kesepian kesunyian
tanpa kepentingan
pribadi terus melek
tunggangi kuasa
melihat
merasakan
berkesinambungan
detik perdetik
kehidupan
kehidupan
kendalikan
kendalikan
Juni '06
6.6.06
29.5.06
hingga kau pun kutemukan
bukan sebagai bayangan
namun ukiran naluri berjalan
lintasi waktu termangu berpijaran
garis persamaan
nagari selalu semi
tonjolan berluapan
nagari selalu bersuci
wahai roh-roh beterbangan
nuansa baru bersiaplah
wahai roh-roh bertenggeran
nuansa baru bersiaplah
peringatan datang pergi
aceh nias jogja selanjutnya
ini masa sulit
musibah musibah
Mei '06
engkau enggan berkata atas kejadian yang pernah menyentuh kerumunan cinta yang berpijaran. aku masih seperti tangisan, sebenar-benar sosok belum menemukan rangkaian sebenar-benar sosok belum menemukan bayangan. tidak lelah tidak lelah, aku hanya ingin bersandar meninggalkan segala bercak-bercak tertuai menuju kematangan menuju kematangan. dan engkau sesuai bukan lagi-lagi menunggu seperti celoteh di hari menjelang malam ketika kita berdua menikmati luka menikmati luka. aku terlalu liar untuk kau katakan sebagai bangkai, untuk kau katakan sebagai manusia berubah-ubah menuliskan sajak-sajak tanpa arah memetakan sumur permasalahan dan kehausan. lihatlah kedepan, jangan pernah berpaling dari cita-cita perdamaian di seluruh pelosok negri dan berda'wahlah layaknya kekasih kita. dan aku tidak, perjalanan ini terlalu naik turun terlalu naik turun berbelok dan engkau sama sekali tidak akan pernah mengerti hingga ujaran-ujaran menepis hari itu hari yang menjelang malam ketika kita berdua menikmati luka. aku terlalu payah untuk menjadi raja pada tubuhmu terlalu kotor untuk menikmati jamuan terlalu egois untuk kau taklukkan. maka carilah bintang-bintang yang benar-benar bisa menerangimu dikala tangisan menghampiri, dikala tangisan menghampiri. aku belum matang aku belum matang sebenar-benarnya ucapanmu sebenar-benar penantianmu. aku hanya ingin memanjakan kata-kata walaupun memang mereka yang acapkali melukaiku acapkali melukaiku dengan semburat genangan dan berkelompok-kelompok seakan sengaja memberitahukan, ini aku ini aku yang harus kau catat terlebih dahulu. lantas apa hak mereka untuk memaksa bukan justru aku yang mengomandani iringan-iringan sumpah-serapah. bangga hati diperbudak dipermalukan pada pertemuan-pertemuan yang kau gelar bukan hanya untuk acara berkemilauan dan tidak juga untuk menangkap perasaan yang sengaja disodorkan untuk kau kunyah untuk kau kunyah. aku terlalu liar terlalu payah terlalu kotor untuk kau jadikan pangeran mahkota dalam kerajaan hatimu. bukan menampik, ini aku yang luka ini aku yang berdarah menyemati mimpi selalu terbangun oleh kenyataan. dan jika suatu saat mereka mempertanyakan mengapa aku mengumpat masa lalu, maka jawablah maka jawablah. dan kiranya masa depan harus benar-benar berdiri diatas pondasi kejujuran, jujur untuk menghadapi masalah jujur untuk mengatakan ya untuk sesuatu teramini dan tidak untuk sesuatu terbenci. sekarang berjalanlah, jalan yang kau tempuh memang sudah menanti untuk diinjaki dan biarkan aku selalu seperti ini seperti ini. menikmati sepi menikmati cambukan malaikat-malaikat. aku wabah, aku derita dan aku dusta.
Mei '06
27.5.06
dan engkau
yang seyogyanya seperti
tugu tegak tak bergerak
dan engkau
mulai bermain dengan
aku yang ingin
dan engkau
limbung oleh waktu
usaha tak berujung
dan engkau
menjauhi sesuatu
tersayat tak tersambut
dan engkau
mulai membenci
pertemuan pertama
dan engkau
bersendiri bertapa
mencari selesa
dan engkau
meratapi nasib
menebang hantu
dan engkau
menjauhi kisi-kisi
keunikan seseorang
dan engkau
terdiam terpusara
oleh air mata berluapan
dan engkau
menyimak kepasrahan
mendua tanpa gubrisan
dan engkau
menepis hiruk-pikuk
bersendirian bertapa
dan engkau
enggan tersentuh
peluh mencair
dan engkau
tak pernah mau dicintai
namun berusaha mencari
dan engkau
merajuk berpapasan
batasan dirobohkan
dan engkau
mencambuki diri
bertikar ujaran
dan engkau
dan aku
dan kejadian
dan resah
dan perbedaan
dan harapan
dan jiwa
meronta
Mei '06
nota tanpa guratan kesepakatan
kemana kepastian bergulir elektronisasi
sedangkan ingin disandarkan emosi
seluruh hati bodi melahap tak bersiulan
kuasa
penantian
nostalgia
lontarkan ke atas pagar empati
gudangkan bersama benang terkumpul
harapan yang meronta laksana jeruji
terisi limbah kesabaran meluap mengepul
tangisan
air mata
tersedu
keadaan tak patut untuk dipersalahkan
topan bergemuruh gedung congkak
bahkan cinta bukan rumah, tapi emperan
dijajakan di pasar-pasar loak
bernafas
bergerak
selaput
air dusta hampir matang ketika api rasa dipadamkan
noda bukan tanpa deterjen pemusnah
pencarian akan segera terhenti pada silabus terhamparkan
maju atau mundur, tak akan pernah
tercatat
terbungkus
rahasia
maka jangan mengumpat ragu
mencaci ketidakcocokan
karena jika dipaksakan tabu
berceloteh mengapa bersama keterisoliran
Mei '06
9.5.06
sisi luar bersapaan
kudapati engkau tergeletak
menyerigai sesuatu tak tersentuh
bertekuk di kehampaan
menyapa tapi tak bergerak
kabut kelu sumpah lusuh
berhenti memuja nisbi
probabilitas
menemukan
tak lagi mencari
perosedur kedigjayaan terhampar
kau menepis, gemilang tersendiri
lagi-lagi peradaban terkapar
dicabik isi kepala ternodai
jiwa yang lelah
hingga hening
diam bersemayam
liang lahat
Mei '06
8.5.06
aku menanyaimu
tentang genangan dilumuti
semug cerita batu
sibak idealisme teranuti
aku memelukmu
sejejak gumpalan dituangi
sangkar kebiadaban mendayu
tanpa kepastian berhamburan seguci
garis kemilau kau tarik
bumikan halusinasi bersandar
berkaca gondewa tercabik
dusta atau sesuatu memudar
kau memandangku
kalimat tertahan bisiki seperti
asap yang kuhisap berbau
lempung mengeras disengati
kau menepisku
gelorakan penganut bukan mendua
lara jangan terulang rayu
debu beterbangan serupa
hinggap kembali pada dinding
lekatkan tunggu angin marah
guncangi setengah bersanding
berguguran tanpa hujan basah
tentang lelaki yang kau puja
tersendat air es bergumpalan
suguhi hati tak berjolang luka
dialiri darah, disumpahi berkedipan
kediaman terpuja dewasa
berfikir layak berubah datang
jelmakan keletihan meraksa
seraya tersenyum kau bertandang
ini aku menikmati yang letih
dan letih yang kunikmati
letih
kau mulai bisa bersajak
sudahlah, di depanku pendusta
tenggelamkan segala yang mendekat
harapan berarak
itu kesepian yang kau sulap semesta
hadiri keteledoran tersayat
Mei '06
berburu huruf pada sela emosi. tradisi para pemuja kata. dan biarkanlah gelombang itu terus mengamuk menusuki perjalanan. karena seyogyanya ratapan-ratapan terus meraung digantungi manik pasungan jiwa meronta. lanjut keserakahan digandrungi, pilah-pilih atap diharapkan bukan untuk dinaungi dalam sangkar kebohongan. lelaki tuna netra tuna selera ciduki raungan, makna teringinkan. dia bukan memanen rindu namun tagihi sosok pecinta setia, pembantu manula. pemanut tak bermata turuti ringkikan sayap-sayap kemoceng menggelitik. ribuan suara menyayati kewanitaan antara harap dan diharapkan. terbata ketika mereka membaca pusara buruan yang terkumpul. jinak-menjinaki lumpuh-melumpuhkan, dan irama tersemai sangat datar. bukan rasa, bukan selera, hanya kebuasan mengisi panas mesiu juga ijuk hitam sebagai tali.
Mei '06
6.5.06
buka pembicaraan ambang keakuan
merubah jiwa tersungkur tertatih
tentang sosok dan kepribadian
menyulap biru diukur putih
aku memang memuja harapan
hingga rihkih kelopak terpusara
atas tubuh dan sesuatu berluapan
disemati hawa limbung terpenjara
namun bukan putih
seperti syarat tersuguhkan
tapi biru
berceceran enggan menyentuh
melata berjingkrakan di balik layar
dan engkau tahu
menyimak di atas puas bersenyuman
mesti sama-sama diam
kemudian menyesuaikan
bercumbu dengan kesendirian
pribadi diingini
disekati catatan
sehingga ianya terpendam dijejali
aku tidak seperti
namun begini
bergemuruh bermimpi
tak ingin disyarati
palsu dibuat-buat
bertautan tentang asa terjerat
seperti
tidak asli
bukan aku
biru bukan putih
putih teringini
aku biru
tapi aku ingini
engkau berjingkrak
engkau mencari seperti
mesti seperti
bersendirian
Mei '06
kutikami kemelut yang pernah kusentuh
kau mulai menjauh mengkisi kisi-kisi
lamur jiwaku yang pernah terpasrahkan
kau menikami kata
aku bersetubuh dengannya
menjadi ritual
kularung hati tercarut
malam yang kusetubuhi
menyekati mimpi
sunyi
siapa?
hantu tak bernyali
kantuk tak dikasuri
mengapa?
April '06
3.5.06
kerajaan malam bertamu
tagihi jampi terabaikan
sesajen polemik menjamu
hari bersama keresahan
meditasi bukan lagi solusi
mimpi bertautan, mana?
dupa menyala tapi tak lelap
ke gunung hati dipagarkan
pada celoteh membakar
jasa-menjasai, kelakar
tentang prestasi tentang keilmuan
terjebak hayalan
nisbi kitab keranda
sosok tanpa bayang
dinamai unik
jiwa yang terkatung
setengah gila, peminat lirik
kerajaan malam bertamu
menunggu
ritual atau sesajen
Mei '06
2.5.06
pulau tak bernama
berserakan, timbul tenggelam
dan batasan tak terlihat
tugu mencusuar berdirian
tanpa alat deteksi
miskin tak terbeli
atau memang sengaja diabaikan
terlunta
rebut-merebut antar tetangga
caci-maki meluapkan dengki
sejarah diungkap, terlambat
mereka tak terurus
berhijrahan ke gedung
karena sangkar lambat berakar
ratakan, ratakan pembangunan
supaya kabupaten kota bermandirian
kecamatan merayakan pesta kenegaraan
dan kapal-kapal pencuri kekayaan laut
siapa yang membuka mata?
ini negara kepulauan
kepulauan yang tak bernamaan
kecuali
besar-besar
Mei '06
tubuh tandus terkapar
menyiangi bahu-bahu jalan
hingga tak bertenaga
terpuruk di pojok terantuk
ringkih, tatap lalu-lalang sejenis
tanpa mengerti
mencemooh
wanita tuna suami
anak tuna bapak
berharap dikasihani
siapa yang bersalah?
kematian
mungkin kematian
dunia tanpa kelaparan
sisi tarik-ulur opini
tak terejawantahkan
katanya dipelihara negara
Undang-undang
delapan ribu perhari, rokok
kami berpenghasilan
sawah, ladang berhamparan
gudang itik, ayam berkokok
bukan harta
kepedulian
kapan?
meratapi nasib
mencaci tuhan
menangisi musibah
mengutuki ketidakadilan
berkaca pada sumpah serapah
dan aku bersajak
seperti mereka beropini
miskin hati
enggan untuk berbuat
siapa menangkisi?
Mei '06
kampas terjaga
lembaran melata
engkau siapa aku
arakan waktu menunggu
bergulir nol lima nol enam
aku siapa engkau
serius dalam gurau
gurau dalam serius
sembah lampiran kata
mendaki tangga-tangga kemelut
berdiam di penghujung tanya
engkau aku berselimut
palsu
sama-sama sunyi
meneriakan irama hati
pertemuan gersang
lalu kita bertanya, bagaimana?
sama-sama terdiam
memanjatkan ibadat berkepentingan
rayakan hari
lalu kita bertanya, selanjutnya?
tak menyapa
cerita terkuras dikemasi
pada malam-malam dijanjikan
sangsi kesepakatan
dari setengah kepercayan
digelar berita-berita duka
lagu-lagu getir, dusta-dusta
disangkari
cuap ingin dan bosan
engkau siapa aku
menangis lagi
kemudian dipermasalahkan
sakit-menyakiti
tinggal meninggalkan
hingga
Mei '06
25.4.06
mencari tak bercacat
dalam sekat kerancuan
siapa yang terkatung
pesan singkat gombal
didik kita menjadi penakut
bahagia sedih lamur
berubah menjadi tanya
kapan bergetar setelah kosong
meracuni kemanusiaan wajar
hati tanpa dendam
dan ketika akut tak merasai
ingin hadirkan intonasi
ritma bergejolak, masih akut tak dendam
belum tertemui yang meluruhkan
hanya singgah saja kemudian bias
pahatkan arakan bait
namun kembali bermeditasi, kosong
Apil '06
dunia meraksa selaksa jiwa
terus beropini tentang perubahan
berkesinambungan antara jeda-jeda
tercipta biru, tercipta ragu, berfusi
jenis-jenis berseliweran
atas tempat, idealisme, ikat-mengikat
mempertahankan yang menguntungkan
mengecam yang merugikan
kemudian kita meniru, serupa tabu
namun mencari baik disela buruk
dan benda-benda diciptakan
untuk peperangan itu, mereka benda
antara besar, kuat, kaya, raja
dan kecil, lemah, miskin, rakyat jelata
mencari tertinggi menenggelamkan terendah
dan perjalanan terus seperti itu
karena ini dunia
selalu mengenal perbedaan
diantara kesamaan
disela-sela rasa yang meronta
pembunuhan-pembunuhan terorganisir
sejarah terulang-ulang
kumpulan preman menarik pungutan
kesatuan polisi mengumpulkan pajak
sama-sama dengan dalih keamanan
memberikan tanpa meminta
bisakah?
defisit
lagu-lagu cinta kasih
dendang menolong sesama
menggema setiap detik
tempat-tempat ibadat terpadati
penyesalan atas segala kesalahan
namun dilakukan lagi
sejarah terulang-ulang
beda dan atau sama bentuk
berganti orang yang menganut
dan waktu yang terus berjalan
kembali menciptakan ikat-mengikat
hitam, putih, sawo matang
asia, amerika, eropa, afrika, australia
islam, kristen, yahudi, hindu, budha
sunda, jawa, betawi, batak, minang
gradasi-gradasi yang nyata.
menjatuhkan yang sangat kuat
karena potensial untuk berbuat seenaknya
dengan kumpulan lemah-lemah
hingga cukup kuat
bergesekan lagi
redam lagi
bergesekan lagi
redam lagi
April '06
19.4.06
aku lakukan lagi, berjiwa besar
pada tangga sendu berkelakar
terpuruk mengisi arakan samar
sedikit melepas ingin di sadar
aku menangis lagi, cengeng
sangat lembek di tiang kedigjayaan
lakonan yang muram, lusuh mengerang
menjadi air mata, menjadi kepedihan
aku ingin memiliki, rakus
lukiskan bunga-bunga yang meronta
seakan tersenyum, padahal tertawa
lupakan wanita yang kubungkus
aku ingin diam, bersemedi
aku tersungkur lagi, berkomedi
rakus, rakus, rakus
mereka mengelusku publikasikan halus
menikam
mencemooh dalam diam.
April '06
sangkar kemelut, bias di istana
tatap lekat, mereka menyanjung api
berhamburan dalam hati tercarut
ini kumunitas mengedepandan kualitas
namun disamarkan kedukaan tersekat
bahkan di kelok menggusur jalan-jalan
antara bis kota dan pengendara bersendiri
kelompok pongah melibas rasa
sebesar kesyukuran, puas terasai
berbalik cara memandang
kantor dan emperan sama
sebanyak andil mengolah kuasa
tetap bergejolak, memang harus berundak
dikolonikan keseimbangan sejenis
pecatur yang terseret nista
masih di gradasi status-status sosial
istirahatlah sejenak, nikmati hidup.
April '06
13.4.06
seperti rumahmu terutarakan
kamu mereka satu, satu suku
satu bahasa ibu
ini memang rumahmu
rumah yang selalu ada bayangmu
yang kau tahu hanya nyata
maya terisolir, kau merasa?
aku selalu seperti ini, hampa
pada pengembaraan sekat-sekat asa
pecundang bermuka dua
lelaki bersama letih, bernyawa
lantas kau terdiam, menanak harap
atau hanya sekedar lepaskan penat
tak tersentuh jiwa yang meratap
seperti ini, seperti rumahmu yang pekat
kita bergumul dan cinta tak tersemai
ini rumahmu, rumah yang selalu ada bayangmu
April '06
aku mulai menghisap lagi
menghisap gulungan-gulungan lapuk
nikmatilah seperti ini
seperti setengah terantuk
katamu kau akan menunggu
menunggu di halte pagutan pertama
kemana jiwa tersungkur di sampingmu
disamping tawa-tawa berjelaga
tikami kelakar melodi tak terpatri
sekedar menguapkan getar emosi
beredar, telusuri apa yang kau ingini
namun tak berkata, bungkam kaca menyekati
redam, sangat redam dan intonasi tak bergetar
kau menunggu kiranya akan tetap berkelakar
sepeti itu, seperti janji yang samar
aku tetap disini
di halte pagutan pertama
tak bergerak
apalagi berpindah halte
seperti yang kau bayangkan
aku tetap menunggu
hingga tak bergetar
kapan?
April '06
I.
Bersama hadirnya samar bayangmu
Ianya adalah angan menyambut semi
Senyumu kala fajar
Bak perjalanan kerang
Di atas pepasir mimpi
Yang merindukan
Hadir sambutan naluri
Pecinta pada kegalauan petang.
II.
Layaknya secangkir teh
Yang kunikmati malam ini
Begitupun kehadiran bayangmu
Dalam malamku
Walaupun tak tersambut
Namun ianya akan terus
Bersemi entah sampai kapan.
Tercarut, April '06
bergerak dalam duapuluhlima kenabian, selaras mutasi baikburuk penyangga kehidupan terlewati. Tahu, sadar, menyadari, tolak ukur aku kamu diuntungrugi bergejolak bersama pilihmemilih. ia sesuai budaya pasangsurut menurut idealisme dianut beruruturutan tersebut. jangan pernah bertanya mengapa tercipta tegangmenegang antara musa dan fir'aun, mereka dihidupkan untuk hidup selagi bernafaskan jiwaraga satu. Lantas kita tetap memilih setelah menilik, bukan diam namun terpaksa. Itu kejujuran yang berkilauan diambang temali keterikatan. Menghapuskan sebab sebuah akibat, berarti menciptakan sebab untuk akibat yang baru. bisakah kita menentukan sebuah akibat dengan pasti dari sebuah sebab yang ditentukan? maka berjalanlah dengan seluruh kesadaran dan sinambung perhatian. kita masih meniruniru opini dari budaya yang telah akut diejawantahkan, bahkan acapkali lalai untuk menyadari sebuah kesinambungan sebab, penyebab, akibat, pengakibat.
April '06
26.3.06
kilatan sampah
pemuja serapah
ukirlah kedip bodoh
serupa tuhan
dipuja bintang matahari
disembah tapi meracuni
kudera ingatlupa elok
mencari rembulan di tumpukan pasir
kemujung asap jingga tersihir
engkau siapa tanya
aku bercerita tak rasa
cambuki nafsu dengan golok
aku tuhan
bohong, engkau hantu
dicatat oleh bisu
aku bodoh
memuja tuhan palsu
bodoh, aku tuhan ragu
Kairo, 250306
24.3.06
Selintas tertegun
oleh kematian melamun
selintas berkaca
oleh mata tidak kaca
mimpi yang nyata
nyata yang mimpi
kejujuran terpaut
mungkin menghadap maut
aturan main seperti apa
kudamba segalanya ada
tataplah kedudukan nista
terlintas sebuah jeda
mencetak diam penjelajahan
mengukir hidup di kejauhan
aku mereka lamur
lumpur, lumpur, lumpur.
Selintas tertegun
komunitas biru terjun
Ungu, 230306
19.3.06
Terlalu cair
aku ingin pekat
hingga tak terlihat
teraba
tak bergerak
tertawalah
selagi ludah masih liur
bukan nanah
bukan darah yang mengering
dusta itu lagu
seperti irama naikturun
seperti lukisan tebaltipis
sekarang merah
seperti bibirmu yang bergincu
kelu, bisu, dan bau
pekat itu bukan cair
bukan
Sarinah, 180306
9.3.06
24.2.06
aku bertaruh sepuluh naga
untuk cerita yang tersisa
aku bertaruh seribu nyawa
untuk jiwa yang meronta
hadiahkanlah "ini" satu
pada keabadian tak tersapu
memburu dalam semu palsu
namun ditangisi sebagai ragu
kita masih dalam undakundak
kayamiskin terpandangtidak
menyanjung kepalsuan tanpa syak
mengelus badai yang terkoyak
sadari hati kita berpagutan
hantar keinginan dilamunan
bukan raga yang merasai
tapi erangan hati menanti
kata menjamah dunia tersenyum
menyaksikan engkau berjingkrak
layaknya taman bunga harum
menatap rumput dianggap congkak
Feb '06
maka ketika tersenyum
seharusnya kita mengerti
makna tangisan
bukan hanya sebatas keberadaan
yang selalu berlawanan,
namun arti kontinyuitas
menghantar alur yang mengalir
kau yang hadir di perkemahan kami
sorak yang tak pernah ku mengerti,
penjilat datang
bocah polos terbawa wacana dewasa
seakan tahu sepatriot aturan main
yang terus berjalan dengan wajar
dan lagi desaku memang
sangat terpencil
untuk di perhatikan pada
pestapesta kenegaraan
namun diabaikan
sebagai isak yang tak terhentikan
Malingping, Agt'05
26.1.06
Gedunggedung film kemunafikan menjelma
antrian simbol terkuak kepalsuan bias namun
nyata.
Mata melirik hati diam tak bergeming
dan penutup kepala, bahu juga dada
layaknya kematian gagahhati di pasarpasar
swalayan atau diruas jalan yang tak berdosa.
Biarkan saja tangantangan dingin bius
menggerayangi perasaan yang tak lagi peka
di haltehalte bisu berlinang senyum getir
murung menetesi ketiadadayaan.
Tanggalkan sajalah simbol yang tak lagi
membuat kita mengerti tangisan bekam dalam sekam,
atau mungkin aku terlalu sempit untuk
mengatakan sebuah kejujuran yang tak lagi
diembelembeli sekatsekat yang tak bertepi?
harta, keluarga, agama, tahta, bahasa
artikan sesuka penafsiran masingmasing
namun tanda yang ternobatkan kepada mereka
sejujurjujurnya kejujuran benda tak berhati,
bukan seperti kita yang sadar tak sadar berkeinginan
dan bermahkotakan kepuasan pribadi meluas
bersama simbolsimbol yang perlahan tidak lagi kita mengerti.
Cilegon, 2005.