20.8.03

Rindupadu tak tercungkil

persemaian tak lagi mengering disapu hujan
menyalibku dalam gamang sepoi mengetam satusatu
seakan menantimu pudar ditelan cakrawala

sms jelang tidur enggankah hampiri pusara kamarmu
sekedar sampaikan rindu padu tak tercungkil
mengiris-ngiris lamunan memeras jantung
mungkin sudah ditelan hiruk pikuk pengguna ICQ
pulsaku sekarat tak lagi mumpuni salurkan rindu

hurup akhirnya meletus terhalang kurcaci-kurcaci padang pasir
yang mengganggu setiap lenggutku membangunkan setiap kantuku
mengisi lembaran-lembaran kutulis tanpa pena
tak apalah terbuang, berserakan di juru-juru
daripada menyiksa memenuhi hardisk naluriku

sudah bosankah jolangmu menampung asaku
sudah padamkah obormu menemani gelap jalanku
disana masih pekat sayang
disana ayam belum berkokok

Cairo, 20 Agt 03

Asa Patah

perasanku tumpah tercecer dilantai
mengerang menanti persinggahan
mengaduh menjelma iblis menakutkan
membuatku gundah tak bisa tidur

tangisku bekam tawaku semu malamku mencekik
rinduku beku tak tersalurkan
cintaku tak terbalaskan
hanya bingung menimpa mengiba-ngiba
menanti peluh rata tanpa kasta

lamalama aku bisa gila mencintaimu
lamalama aku bisa stres memujamu
lamalama aku terkapar merindumu
lantas mengapa semuanya jadi samar
seakan mengiring damar dalam remang malam

terangku tak bisa lagi menerobos dindingmu
telalu banyak cahaya disana
sinarku tak lagi mampu menyapa jiwamu
banyak yang terseret disana
menanti lembutmu mencari harum paras mu

sayang, banyak kata terbunuh hari ini
membaur tak jelas entah kemana setiap hurupnya beterbangan

ya, rangkaian bunga duka untuk hatiku yang makin membugang
menyentak melembut memecah dalam padu rindu kesal ragu
kadang dadaku terbakar, mencari kalimat kabur tanpa pamit
kemaren bangau itu menyapaku, mengajaku berkeliling
kemudian bercerita tentang alamnya yang tak lagi dibebani rindu

Cairo, 20 Agt 03

Kangen

kangen itu tak jadi jaminan tuk menyendiri
membiarkan jiwa dibawa si buah hati
suatu saat kan melayang dibopong orang lalu
ketika semuanya sepi ketika semuanya hening
ketika paduan itu mulai memudar ditelan masa

Cairo, 20 Agt 03

17.8.03

Padang rumput
: 58 th Indonesiaku

Panas menyapaku kemarin
menghantar debu bersama terik
sayup mesintik berdetak lembut
mengukir prasasti kertas putih

depan dipan roda empat termangu
menanti petang setia malam
lelah berputar telusuri bebatuan
lunglai menghantar tongkat pandu

jarum tak ragu menusuknusuk
menyusup dua kain kelok benang
mengikat erat dua warna
menemani lembut wanita setengah baya

dicawan kuliat kopi kental
bersanding asbak kepul asap jingga
beberapa mili ongkokan hidangan ringan
tersenyum menegur memecah hening

ya, kulihat mereka dikelilingi
terpusara kerut kening berpeci
sewaktuwaktu desah asap kelam
paduan harap cemas bangga haru

nun jauh disana runcing bambu tersandang
bukan satu, bahkan beribu beriringan
kala kokok datang menggusur fajar
kala rumput terbebani embun

di padang rumput itu,
tiang bambu tegak berdiri
di padang rumput itu,
beribu mata berkacakaca
di padang rumput itu,
M E R D E K A

Cairo, 17 Agustus 2003

15.8.03

Remang fairuz

aula tampak senyap dengan angin sepoi
kulihat sekelompok orang berbincang
adem ayem sejuk indah dipandang
walaupun damar terlihat sedikit suram

dibalik bilik dapur asap tipis melangit
perempuan renta duduk diatas ambenamben
menanti buah hati melangkan layanglayang
lalu kembali dengan binar cerita ceria

sedangkan beranda tampak lenggang
hanya beberapa tanaman dalam vas kaleng
seakan berlomba mengapai dinding rapuh
terkadang dedaunya gugur diterpa sepoi

ruangan tengah lumayan padat
kudengar ayatayat suci terlontar bersautan
beberapa bocah tanpa ijazah terus menggali
tak harus semuanya formal saut mereka

sayup lemah azan dikumandangkan
mega merah menutup hari menyambut pekat
“maapkan ibu yah nak, bukan ga sayang;
untuk makan saja segini adanya
apalagi kalo kamu sekolah”
ya, kudengar suara itu dengan jelas

diatas meja lapuk fairuz menitikan air pipi
jiwanya menjerit, hatinya merintih
segetir itukah lakonan diri ?
Sedang malam terus berlalu dengan sombong

10.0.0.3
August 15 2003

Rindumu gaduhdalam

berkutat dalam bising padu karam
setiap halaman adalah makna
setiap nafas adalah usia
bising karam memadu usia dalam makna

berkutat dalam senja adalah asa
setiap menit adalah rindu
setiap jengkal adalah padu
menanti asa senja dalam padu rindu

catatanmu dalam petuah adalah prasati
langkahmu penjarakan kelam adalah tekad
dan apakah rindumu, asamu, anganmu,
akan sepenuhnya dalam dawai paduku

B@YONET, 15 agt 03

Lehamu sesalmu

memenggal waktu pada batu
bersama malammalam hampa tanpa makna
lalu siangmu bak kilatan guyon
membiarkan detak pamit tanpa salam

sembilan purnama titipkan raga
memenjarakan telaga pada kelabu
melepaskan bayang pada angan
memenjarakan naluri dalam pekat

ketika getir itu manghampiri
suryamu lenyap ditelan awan
seiring dempul terus menebal
mengoyak asa melebur usia

B@YONET, Agt 15,03